Pages

Minggu, 16 Desember 2018

Gambar Instalasi Listrik Gedung

Rancangan instalasi listrik ialah berkas gambar rancangan dan uraian teknik, yang
digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan pemasangan suatu instalasi listrik.
Rancangan instalasi listrik harus dibuat dengan jelas, serta mudah dibaca dan dipahami oleh para teknisi listrik. Untuk itu harus diikuti ketentuan dan standar yang berlaku. Gambar rancangan instalasi listrik terdiri dari :

a) Gambar situasi, yang menunjukkan dengan jelas letak gedung atau bangunan tempat instalasi tersebut akan dipasang dan rancangan penyambungannya dengan sumber tenaga listrik.
 Rancangan tata letak yang menunjukkan dengan jelas letak perlengkapan listrik b eserta sarana kendalinya (pelayanannya), seperti titik lampu, kotak kontak, sakelar,
motor listrik, PHB dan lain-lain.
 Rancangan hubungan perlengkapan listrik dengan gawai pengendalinya seperti
hubungan lampu dengan sakelarnya, motor dengan pengasutnya, dan dengan gawai
pengatur kecepatannya, yang merupakan bagian dari sirkit akhir atau cabang sirkit
akhir.
 Gambar hubungan antara bagian sirkit akhir tersebut dalam butir b) dan PHB yang
bersangkutan, ataupun pemberian tanda dan keterangan yang jelas mengenai
hubungan tersebut.
 Tanda ataupun keterangan yang jelas mengenai setiap perlengkapan listrik.

b) Diagram garis tunggal, yang meliputi :
 Diagram PHB lengkap dengan keterangan mengenai ukuran dan besaran pengenal
komponennya;
 Keterangan mengenai jenis dan besar beban yang terpasang dan pembagiannya;
 Sistem pembumian dengan mengacu kepada;

c) Gambar rinci yang meliputi :
 Perkiraan ukuran fisik PHB;
 Cara pemasangan perlengkapan listrik;
 Cara pemasangan kabel;
 Cara kerja instalasi kendali.

d) Perhitungan teknis bila dianggap perlu, yang meliputi antara lain :
 Susut tegangan;
 Perbaikan faktor daya;
 Beban terpasang dan kebutuhan maksimum;

 Arus hubung pendek dan daya hubung pendek;
 Tingkat penerangan.

e) Tabel bahan instalasi, yang meliputi
 Jumlah dan jenis kabel, penghantar dan perlengkapan;
 Jumlah dan jenis perlengkapan bantu;
 Jumlah dan jenis PHB;
 Jumlah dan jenis luminer lampu.

f) Uraian teknis, yang meliputi :
 Ketentuan tentang sistem proteksi;
 Ketentuan teknis perlengkapan listrik yang dipasang dan cara pemasangannya;
 Cara pengujian;
 Jadwal waktu pelaksanaan.

Selain gambar-gambar diatas, dalam merancang atau menggambar instalasi listrik penerangan dan tenaga, juga dilengkapi dengan analisa data perhitungan teknis mengenai susut tegangan, beban terpasang dan kebutuhan beban maksimum, arus hubung singkat dan daya hubung singkat.

Kamis, 13 Desember 2018

Penempatan & Jarak Pemasangan Detektor Kebakaran

1. Smoke detektor (Pengindera Asap)
     -Smoke detektor tidak boleh dipasang                 dalam jarak kurang dari 1,5 m dari lubang udara / AC.
     -Jarak smoke detektor terjauh dari dinding pemisah adalah 6m dalam ruang efektif dan 12m dalam ruang sirkulasi.
     -Pada setiap luas lantai 92m2 dengan tinggi plafon 3 m, harus dipasang 1 buah smoke detektor.
     -Jarak antar smoke detektor maksimum 12 m di dalam ruang efektif dan 18 m di dalam ruang sirkulasi
     -Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20 buah Smoke detektor yang dapat melindungi ruangan 2000 m2 luas lantai.

2. Heat Detektor (Pengindera Panas)
      -Heat Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari lubang udara masuk / AC.
      -Pada satu kelompok detektor, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah heat detektor.
       -Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dan tinggi plafon 3 m harus dipasang satu alat heat detektor.
       -Jarak antara heat detektor tidak boleh lebih dari 7 m untuk ruangan efektif dan tidak boleh lebih dari 10 m untuk ruang sirkulasi.
       -Jarak heat detektor dengan dinding pembatas maksimum 3 m pada ruang efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi serta paling dekat 30 cm.

3. Flame Detektor (Pengindera Nyala Api)
        -Setiap kelompok atau setiap zona harus dibatasi maksimum 20 buah flame detektor yang dapat melindungi ruang dengan luas maksimum 2000 m2.
        -Pemasangan flame detektor untuk daerah yang sering mengalami gangguan sembaran petir, detektor tersebut harus dilindungi supaya tidak terjadi kemungkinan alarm palsu.
        -Detektor harus direncanakan dan dipasang cukup menjamin dapat mendeteksi daerah kebakaran spesifik yang akan di proteksi.
        -Detektor tidak boleh dipasang terhalang oleh sesuatu pada daerah yang akan di proteksi.
        -Detektor harus dilindungi terhadap gangguan sinar yang tidak dikehendaki (yang mungkin dapat menyebabkan alarm palsu).


AC di RUMAH SAKIT

Tahukah anda bahwa pemasangan ac di rumah sakit memiliki kriteria khusus yaitu:
  1. Temperatur dan kelembapan udara.
  2. Tekanan udara.
  3. Kualitas udara.
  4. Sirkulasi udara.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 24 tahun 2016, kriteria di atas sudah ditentukan yaitu:
  1. Temperatur udara berkisar di suhu 19 -24 C.
  2. Kelembapan udara 40 – 60 %.
  3. Total pertukaran udara adalah 4 kali/jam (jika ruangan tidak digunakan) dan 20 kali/jam (pada saat operasi).
  4. Tekanan udara lebih besar/positif dari ruangan bersebelahan.
  5. Partikel debu maksimal adalah 0,5 um per m3 yaitu 35.200 partikel ISO 6 – ISO 14644-1.

Minggu, 02 Desember 2018

PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN

Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar. 
Spesifikasi teknis utilitas bangunan gedung meliputi ketentuan-ketentuan:

  1. Air minum
  • Setiap pembangunan baru bangunan gedung harus dilengkapi dengan prasarana air minum yang memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya dan disediakan dari saluran air berlangganan kota (PDAM), atau sumur. 
  • Setiap bangunan gedung, selain rumah, harus menyediakan air minum untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar, reservoir minimum menyediakan air untuk kebutuhan 45 (empat puluh lima) menit operasi pemadaman api sesuai dengan kebutuhan dan perhitungan.
  • Bahan pipa yang digunakan dan pemasangannya harus mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan.
2. Pengelolaan air limbah domestik
  • Pengelolaan limbah non kakus (grey water) i. air limbah non kakus (grey water) merupakan semua air kotor yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat wudhu dan tempat cuci.                     
ii. Bangunan Gedung harus menyediakan sistem daur ulang air (water recycling system) untuk air limbah non kakus (grey water) sebelum dimanfaatkan kembali.
iii. air limbah non kakus (grey water) yang telah di daur ulang dapat dimanfaatkan kembali menjadi air sekunder seperti penggelontoran (flushing), penyiraman tanaman, irigasi lahan, dan penambahan air dingin (makeup water cooling tower).
iv. sisa air limbah non kakus (grey water) yang tidak dimanfaatkan kembali dan dibuang ke saluran pembuangan kota harus memenuhi standar baku mutu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait baku mutu air limbah domestik.
v. pembuangan sisa air limbah non kakus (grey water) ke saluran pembuangan kota harus melalui pipa tertutup dan/atau terbuka sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar.
vi. dalam hal Bangunan Gedung tidak terletak di daerah pelayanan sistem jaringan air limbah kota, maka sisa air limbah non kakus (grey water) yang sudah diolah dan memenuhi baku mutu air limbah domestik diresapkan di dalam persil Bangunan Gedung tersebut.

  • Pengelolaan limbah kakus (black water)
i. air limbah kakus (black water) merupakan semua air kotor yang berasal dari buangan biologis seperti kakus.

ii. Bangunan Gedung harus menyediakan fasilitas pengelolaan air limbah kakus (black water) sehingga memenuhi standar baku mutu sesuai ketentuan peraturan perundangan terkait baku mutu air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran pembuangan kota.
iii. dalam hal Bangunan Gedung tidak terletak di daerah pelayanan sistem jaringan air limbah kota, maka air limbah kakus (black water) yang sudah diolah dan memenuhi baku mutu air limbah domestik diresapkan di dalam persil Bangunan Gedung tersebut. Pengelolaan air limbah domestik mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan SNI pengelolaan air limbah domestik.
3. Pengelolaan sampah

  • Setiap Bangunan Gedung Negara harus menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan sistem penanganan sampah. 
  • Bangunan Gedung harus menyediakan tempat sampah dan/atau fasilitas pemilahan sampah dengan pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis dan/atau sifat sampah.
  • Bangunan Gedung harus menyediakan fasilitas pengolahan sampah organik secara mandiri.
  • Bangunan Gedung harus menyediakan penampungan sampah sementara yang kapasitasnya disesuaikan dengan volume sampah yang dikeluarkan setiap harinya, dengan asumsi produk sampah minimum 3,0 (tiga koma nol) liter/orang/hari.
  • Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan sampah dari Dinas Kebersihan setempat. 
  • Gedung dengan fungsi tertentu (seperti: rumah sakit, gedung percetakan uang negara) harus dilengkapi incenerator sampah sendiri.
  • Ketentuan lebih lanjut mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan tata cara pengelolaan sampah.


4. Saluran air hujan
  • Pada dasarnya air hujan harus ditahan lebih lama di dalam tanah sebelum dialirkan ke saluran umum kota, untuk keperluan penyediaan dan pelestarian air tanah.
  • Air hujan dapat dialirkan ke sumur resapan melalui proses peresapan atau cara lain dengan persetujuan instansi teknis yang terkait.
  • Ketentuan lebih lanjut mengikuti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung dan Persilnya.
5. Sistem proteksi kebakaran
Setiap bangunan gedung harus mempunyai sistem proteksi kebakaran, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam:
a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
b. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran.
c. Standar teknis lainnya terkait sistem proteksi kebakaran.
6. Instalasi listrik
a. Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar hasil perhitungan yang sesuai dengan Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011) dan standar teknis terkait instalasi listrik.
b. Bangunan Gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum, bangunan khusus, dan gedung kantor tingkat Kementerian atau Lembaga, harus memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan, yang catudayanya dapat memenuhi kesinambungan pelayanan, berupa genset darurat dengan minimum 40 % (empat puluh per seratus) daya terpasang.
c. Penggunaan pembangkit tenaga listrik darurat harus memenuhi syarat keamanan terhadap gangguan getaran dan suara, serta tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
7. Pencahayaan 
a. Setiap bangunan gedung harus mempunyai pencahayaan alami dan pencahayaan buatan yang cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan tersebut, sehingga kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan dapat terjamin.
b. Ketentuan teknis dan besaran dari pencahayaan alami dan pencahayaan buatan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar pencahayaan pada bangunan gedung.
8. Sistem ventilasi dan pengkondisian udara
a. Bangunan Gedung harus mempunyai sistem ventilasi dan/atau pengkondisian udara yang cukup untuk menjamin sirkulasi udara yang segar di dalam ruang dan bangunan.
b. Sistem ventilasi pada Bangunan Gedung harus memenuhi luasan ventilasi minimum yang dipersyaratkan.
c. Dalam hal tidak dimungkinkan menggunakan sistem ventilasi, dapat menggunakan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi.
d. Pemilihan jenis alat pengkondisian udara harus sesuai dengan fungsi bangunan, dan perletakan instalasinya tidak mengganggu wujud bangunan.
e. Ketentuan teknis sistem ventilasi dan pengkondisian udara yang lebih rinci harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan SNI Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.
9. Fasilitas komunikasi dan informasi
a. Fasilitas komunikasi dan informasi merupakan sarana untuk memfasilitasi kontak/hubungan dan penyampaian informasi melalui media audio dan visual.
b. Perancangan dan penyediaan Fasilitas komunikasi dan informasi harus memperhatikan: 
  •   fungsi bangunan gedung.
  •  penempatan pada lokasi yang mudah       dilihat atau dikenali oleh pengguna               bangunan gedung dan pengunjung.
  • aksesibilitas Pengguna bangunan gedung dan pengunjung bangunan gedung.

c. Ketentuan lebih rinci harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar. 


 10. Sistem proteksi petir (sistem proteksi petir pada bangunan gedung, PUIL 2011)
a. Penentuan jenis dan jumlah sarana sistem penangkal atau proteksi petir untuk bangunan gedung negara harus berdasarkan perhitungan yang mengacu pada lokasi bangunan, fungsi dan kewajaran kebutuhan.
b. Ketentuan lebih rinci mengenai sistem penangkal atau proteksi petir harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar.

11. Instalasi gas
a. Instalasi gas yang dimaksud meliputi:

  • instalasi gas pembakaran seperti gas kota dan gas elpiji.
  • instalasi gas medis, seperti gas oksigen (O2), gas dinitro oksida (N2O), gas carbon dioksida (CO2) dan udara tekan medis. 

b. Ketentuan teknis instalasi gas yang lebih rinci harus memenuhiketentuan peraturan perundang-undangan dan standar.
12. Kebisingan dan getaran
a. Bangunan gedung harus  memper-hitungkan batas tingkat kebisingan dan atau getaran sesuai dengan fungsinya, dengan mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar.
b. Untuk bangunan gedung yang karena fungsinya mensyaratkan baku tingkat kebisingan dan/atau getaran tertentu, agar mengacu pada hasil analisis mengenai dampak lingkungan yang telah dilakukan atau ditetapkan oleh ahli.
13. Aksesibilitas dan fasilitas bagi penyandang disabilitas.
a. Bangunan gedung yang berfungsi untuk pelayanan umum harus dilengkapi dengan fasilitas yang memberikan kemudahan bagi penyandang cacat dan yang berkebutuhan khusus antara lain lansia, ibu hamil dan menyusui, seperti rambu dan marka, parkir, ram, tangga, lift, kamar mandi dan peturasan, wastafel, jalur pemandu, telepon, dan ruang ibu dan anak.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat dan yang berkebutuhan khusus mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.